Pekarangan Deva terlihat luas kalau dari sini. Asih memandang dengan takjub. Pekarangan itu ditanami beberapa buah dan sayur yang kalau dihitung cukup untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga Deva.
Sang pria mulai menyirami tanaman itu, sedangkan sang wanita memandang dengan kagum sambil melihat sekeliling. Mata Asih lalu berhenti ke anjing tetangga yang lewat. Tanpa melepaskan pandangan, Asih pun berjalan menujunya.
"Jangan sentuh!"
"Lho, kenapa? Kok ga boleh?"
"Nanti digigit anjing."
"Ish, anjing itu ga menggigit, tau," Asih membela diri.
Deva hanya tersenyum dan lanjut melakukan pekerjaannya.
"Aww, sakit."
"Kan," singkat, padat, dan jelas respons yang diberikan Deva.
Tanpa panik, dia langsung mendekat dan membantu Asih berdiri dengan stabil. Dia menuntun Asih ke sepeda motornya dan membawanya ke puskesmas. Luka gigitan anjing memang harus segera diobati agar terhindar dari rabies. Jangan tanya anjingnya ke mana, karena semenjak suara teriakan Asih keluar, dia sudah hilang dari pandangan.
Puskesmas itu memang kecil, tetapi cukup untuk kebutuhan warga sekitar. Hari itu ada banyak orang yang datang. Setelah menunggu selama 10 menit di ruang tunggu, Asih berhasil ditangani dengan baik. Raut wajah meringis namun lega muncul di wajah Asih.
"Kamu sih, ga pernah berubah. Tiap aku kasih tau pasti selalu ngeyel," gerutu Deva tanpa menaikkan nadanya.
"Maaf ya," jawab Asih sedih.
Lalu, ada suara dari orang di hadapan mereka. "Kalo emang selalu gitu, kenapa ga ditinggalin aja, mas?"
Lengan Deva langsung memeluk Asih. Deva menjawab tanpa memandang orang itu.
"Karena saya juga ga pernah berubah (cintanya)."
Komentar
Posting Komentar