Langsung ke konten utama

07. (Mungkin) Deva dan Asih

Aku menemaninya menyusuri ladang itu dengan berjalan kaki. Dia yang seolah belum pernah melihat tanah hijau makin bersemangat saat sudah menginjak rumput. Beberapa orang ada di ladang termasuk salah seorang nenek tua yang jadi target penasarannya. 
 
"Nek, ini tanaman apa?" 
"Oh, ini almaty dan glycerol." 
"Hmm, tulisannya kayak gini, ya?" katanya sambil menyodorkan buku tulis yang ditulis rapi dengan tinta hitam.
"Eh, anu, hehe, nenek ga bisa baca. Tau namanya karena dari sananya dibilang gitu, jadi ga tau gimana cara nulisnya." 

Sejenak dia terdiam. Ada banyak jenis tanaman di ladang, yang mungkin saja belum didata sama seperti dua tanaman yang disebut nenek tersebut. 

Tanaman langka, yang belum pernah didata dan diketahui, hanya diwariskan oleh mulut ke mulut dari generasi ke generasi. Sayang, tidak tercatat karena kurangnya teknologi pencatatan dan buta huruf.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

04. Lawakan

Menurut saya, lawakan itu akan terasa lucu apabila diungkapkan di zaman yang tepat. Jika lawakan tersebut disampaikan di zaman yang berbeda, pasti akan terasa aneh dan garing. Hipotesis ini saya dapat setelah menonton kembali lawakan yang sama yang sempat membuat saya tertawa lepas. Mungkin kalian juga pernah mengalami ini. Saat itu, saya sedang menonton video stand up comedy di Youtube. Lawakan nya lucu. Tapi setelah 3 tahun kemudian, entah kenapa menjadi tidak lucu. Ada lagi satu lawakan saat saya SMP, bahkan berkat lawakan itu, saya menjadi populer (badutnya), malah terasa cringe dan gak banget di zaman sekarang. Berkat dua hal tadi saya pun berasumsi, bahwa memang lawakan harus disesuaikan dengan zamannya.  Berarti, suatu lawakan itu termasuk 'barang' yang cepat basi dong? Sebenarnya tidak juga. Contohnya Mr. Bean dan Warkop DKI, yang—saya yakin mayoritas dari kalian juga setuju— entah kenapa masih terasa lucu setelah berpuluh puluh tahun sejak diudarakan pertama kali. Mu...

06. Deva dan Asih

Pekarangan Deva terlihat luas kalau dari sini. Asih memandang dengan takjub. Pekarangan itu ditanami beberapa buah dan sayur yang kalau dihitung cukup untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga Deva. Sang pria mulai menyirami tanaman itu, sedangkan sang wanita memandang dengan kagum sambil melihat sekeliling. Mata Asih lalu berhenti ke anjing tetangga yang lewat. Tanpa melepaskan pandangan, Asih pun berjalan menujunya. "Jangan sentuh!" "Lho, kenapa? Kok ga boleh?" "Nanti digigit anjing." "Ish, anjing itu ga menggigit, tau," Asih membela diri. Deva hanya tersenyum dan lanjut melakukan pekerjaannya. "Aww, sakit." "Kan," singkat, padat, dan jelas respons yang diberikan Deva. Tanpa panik, dia langsung mendekat dan membantu Asih berdiri dengan stabil. Dia menuntun Asih ke sepeda motornya dan membawanya ke puskesmas. Luka gigitan anjing memang harus segera diobati agar terhindar dari rabies. Jangan tanya anjingnya ke mana, karena seme...